Muqaddimah
Islam betul-betul memperhatikan peran wanita muslimah, baik aturan-aturannya dan hukum-hukum yang tiada bandingnya, yang telah menggariskan jalan, batasan-batasan dan pola hidup yang benar bagi para wanita. Berikut kami paparkan sebuah kisah seorang wanita muslimah yang telah lulus dari madrasah nubuwwah dan telah dibentuk oleh Islam dengan karakter khusus yang kemudian mereka dijadikan teladan dan rambu-rambu yang dikuti.
Asma’ Binti Yazid Bin Sakan
(Juru Bicara Wanita)
Beliau adalah Asma’ Binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris Al-Anshariyyah, Al-Ausiyyah Al-Asyhaliyah.
Beliau adalah seorang ahli hadist yang mulia, seorang mujahidah yang agung memiliki kecerdasan, dien yang bagus dan ahli argumen, sehingga beliau dijuluki sebagai “juru bicara wanita”. Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Asma’ Radhiyallahu ‘anha adalah kepekaan inderanya dan kejelian perasaannya serta kehalusan hatinya. Beliau adalah seorang wanita pemberani, tegar, mujahidah dan menjadi contoh yang baik dalam banyak medan peperangan.
Asma’ Radhiyallahu ‘anha mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam pada tahun pertama hijrah dan beliau berbai’at kepadanya dengan bai’at Islam. Bai’at dari Asma’ binti Yazid Radhiyallahu ‘anha adalah untuk jujur dan ikhlas, sebagaimana yang disebutkan riwayatnya dalam kitab-kitab sirah bahwa Asma’ mengenakan dua gelang emas besar, maka Nabi Shalallahu ‘alahi wassalam bersabda:
القى السوارين يا أسماء أما تخا فين انيسورك الله بأ سا ور من نا ر
“Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma’, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari neraka?’
Maka segeralah beliau tanpa ragu-ragu dan tanpa argumentasi untuk mengikuti perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassala, maka beliau melepaskannya dan meletakkan di depan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.[1]
Setelah itu Asma’ aktif untuk mendengar hadist Rasulullah Shalallhu ‘laihi wassalam dan dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil untuk bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia faham urusan dien. Beliau pula yang bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang tata cara thaharah bagi wanita yang selesai haidh.
Pada suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan bertanya : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang dibelakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepada anda dan membai’at anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kamilah yang mengandung anak-anak meraka, akan tetapi kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat jum’at, mengantarkan jenazah dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapatkan pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menoleh kepada para sahabat dan bersabda : “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”
Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!”
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
“Kembalillah wahai Asma’ dan beritahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, mengikuti persetujuan suaminya atau tunduk kepada persetujuan suaminya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”
Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.[2]
Pada saat perang Yarmuk, Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu termasuk beliau Asma’ hingga mereka kembali untuk berperang.
Asma’ keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 hijriyah.
Hikmah dari kisah ini :
1. Muslimah harus cerdas
2. Pemberani dalam mengungkapkan kebenaran
3. Tidak malu bertanya untuk mencari kebenaran terutama dalam masalah dien.
4. Pintar menempatkan diri
5. Memiliki sifat jujur dalam mengungkapkan masalah yang dihadapi.
6. Memilki sifat ikhlas.
7. Mendengarkan peringatan, segera melaksanakannya dan tidak perlu berpikir panjang jika jelas datang dari agama.
8. Mengetahui posisi tugas dan kewajiban seorang wanita.
9. Ketaatan kepada suami pahalanya sudah sebanding dengan apa yang dikerjakan oleh kaum lelaki.
10. Tidak lari dari suatu masalah.
11. Saling membantu dalam ketakwaan, ketika kaum muslimah melempari kaum muslimin ketika mau mundur dari perang Yarmuk.
12. Saling menasehati
Assalamuálaikum...
BalasHapusjzkallah mas. Tambah banyak ilmu nie
wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh....
BalasHapuswa iyyak, semoga bermanfaat ilmunya dan mendapat Ridho-NYA.........
afwan, balasnya lama soalnya lg banyak kesibukan di dunia nyata..........
BalasHapus